Sosial Media
0
News
    Home Kolom

    Khazanah Hukum: Hukum Ketenagakerjaan, Undang-undang Pelaksanaanya dalam Mendukung Ekosistem Pemilik Usaha dan UMKM

    "Tak banyak yang tahu, sejumlah pasal dalam regulasi ketenagakerjaan ternyata menjadi kunci bagi UMKM untuk naik kelas. "

    12 min read

    Agung Edy Suyono, S.H., M.H. Advokat | Praktisi Hukum | Pemerhati Wirausaha Pendiri Firma Hukum Setiyanto & Partners dan LBH Nusantara Satu. Aktif dalam organisasi kemasyarakatan dan berpengalaman 35 tahun di perusahaan rekanan / mitra Pertamina divisi fuel dan gas station, divisi produk LPG PSO & LPG Non PSO.


    Pendahuluan

    Dalam sesi pertama terkait “Optimalisasi Peran Pekerja Melalui Regulasi Internal dan Kepatuhan Hukum Ketenagakerjaan”, penulis telah memaparkan regulasi internal yang menjadi payung hukum utama manakala terjadi perselisihan perburuhan. Dalam sesi II ini, penulis akan memaparkan terkait regulasi eksternal atau disebut aturan heteronom menyangkut perburuhan/ketenagakerjaan yang bisa dipedomani para pemilik usaha dan UMKM. Bahkan untuk mensederhanakan penyelesaian perselisihan perburuhan, telah dibuka terobosan baru terkait Desk Ketenagakerjaan di institusi kepolisian. Ini menjadi parameter bahwa perburuhan adalah concern serius semua pihak yang melibatkan pemerintah, APH pelaksana, prinsipal pemberi kerja dan pekerja sebagai subyek utama.

    Perburuhan dan Aturan Eksternal

    Aturan Eksternal

    Merupakan kaidah-kaidah hukum ketenagakerjaan yang dibuat oleh pihak ketiga/eksternal yang merupakan regulasi dari luar para pihak (pemberi kerja dan buruh), yang terkait dengan hubungan kerja. Bentuknya berupa peraturan perundang-undangan dan aturan pelaksananya. Tujuannya agar bagi para pemilik usaha baik yang telah berbadan hukum maupun yang berbadan usaha, mampu memanage SDM yang merupakan unsur penghargaan manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Serta menjadi solusi memitigasi timbulnya potensi konflik. Harmonisasi dan sinergi antara kepentingan para pemilik usaha dengan sumber daya manusia adalah aset utama dalam menjalankan tiap lini sistem operasional. Beberapa aspek eksternal yang wajib diketahui para pemilik usaha dan UMKM terkait regulasi dasar perburuhan adalah sebagai berikut:

    1. UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

      Merupakan payung hukum yang telah mengatur berbagai aspek ketenagakerjaan di Indonesia, terkait hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha, perencanaan dan informasi ketenagakerjaan, pelatihan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan kerja, hingga penggunaan tenaga kerja asing. Yang utama bahwa undang-undang ini telah menekankan pada kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi serta perlindungan dasar bagi pekerja, seperti keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Terdiri dari XVIII Bab dan 193 Pasal yang secara komprehensif mengatur tentang perburuhan.

      Aspek-aspek krusial yang diatur dalam undang-undang ini:

      Bab I Tentang Ketentuan Umum
      Mengatur tentang pengertian ketentuan umum terkait tenaga kerja, pengusaha, perusahaan, pelatihan, kompetensi, informasi dan pelatihan tenaga kerja, pemagangan, perselisihan hubungan kerja, pengupahan, kesejahteraan pekerja, pengawasan dan kementerian yang berwenang (Pasal 1).

      Bab II Tentang Landasan, asas dan tujuan
      Bahwa ketenagakerjaan merupakan wujud amanah dari dasar negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945 guna mewujudkan pemberdayaan dan mendayagunakan tenaga kerja, mewujudkan kesempatan dan pemerataan kerja, memberikan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja (Pasal 2 s.d. Pasal 4).

      Bab III Tentang Kesempatan dan perlakuan yang sama
      Adanya garansi dan jaminan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan perlakuan yang sama dari pengusaha tanpa diskriminasi (Pasal 5 dan 6).

      Bab IV Tentang Perencanaan tenaga kerja dan informasi tenaga kerja
      Pemerintah sebagai prinsipal dan kementerian tenaga kerja bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan ketenagakerjaan (Pasal 7 dan Pasal 8).

      Bab V Tentang Pelatihan kerja
      Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pasar kerja dan standar kompetensi kerja (Pasal 9 s.d. Pasal 12).
      Dapat diselenggarakan oleh lembaga pelatihan baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun pihak swasta (Pasal 13 dan 14).
      Pengusaha sebagai prinsipal pengguna tenaga kerja memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi pekerjanya (Pasal 14 s.d. Pasal 30).

      Bab VI Tentang Penempatan tenaga kerja
      Kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja (Pasal 31 s.d. Pasal 38).

      Bab VII Tentang Perluasan kesempatan kerja
      Pemerintah memikul tanggung jawab terkait perluasan kesempatan kerja, penciptaan perluasan kerja, koordinasi dengan unsur terkait atas pengawasan kesempatan kerja dan pelaksanaannya (Pasal 39 s.d. Pasal 41).

      Bab VIII Tentang Penggunaan tenaga kerja asing
      Tata cara bagi pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk dan mekanismenya (Pasal 42 s.d. Pasal 49).

      Bab IX Tentang Hubungan kerja
      Mengatur perjanjian dan hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha (Pasal 50 s.d. Pasal 66).

      Bab X Tentang Perlindungan, pengupahan dan Kesejahteraan (K3)
      Perlindungan terhadap penyandang cacat (Pasal 67).
      Perlindungan terkait pekerja anak (Pasal 68 s.d. Pasal 75).
      Perlindungan pekerja perempuan dan usia minimal pekerja/buruh perempuan (Pasal 75 s.d. Pasal 76).
      Perlindungan terhadap waktu kerja dan ibadah (Pasal 77 s.d. Pasal 85).
      Perlindungan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Pasal 86 s.d. Pasal 87).
      Perlindungan terhadap pengupahan (Pasal 88 s.d. Pasal 98).
      Perlindungan terhadap kesejahteraan pekerja (Pasal 99 s.d. Pasal 101).

      Bab XI Tentang Hubungan Industrial
      Hubungan industrial menyangkut pemerintah sebagai regulator kebijakan, pelayanan, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran ketenagakerjaan. Pekerja, serikat buruh wajib menjalankan fungsinya sebagaimana telah diatur dalam KKB sedangkan pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesempatan kerja kepada para pekerja (Pasal 102 dan Pasal 103).
      Perlindungan terhadap serikat pekerja (Pasal 104).
      Organisasi pengusaha (Pasal 105).
      Lembaga Kerja Sama Bipartit (Pasal 106).
      Lembaga Kerja Sama Tripartit (Pasal 107).
      Terkait Peraturan Perusahaan (Pasal 108 s.d. Pasal 135).
      Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial terkait perselisihan hubungan industrial (Pasal 136), mogok kerja (Pasal 136 s.d. Pasal 145), Penutupan Perusahaan/Lock Out (Pasal 146 s.d. Pasal 149).

      Bab XII Pemutusan Hubungan Kerja
      Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, larangan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, kompensasi dan hak para pekerja dalam pemutusan hubungan kerja sepihak oleh pengusaha dan lembaga penengah sengketa pemutusan hubungan kerja (Pasal 150 s.d. Pasal 172).

      Bab XIII Pembinaan
      Pemerintah memiliki wewenang melakukan pembinaan (Pasal 173 s.d. Pasal 175).

      Bab XIV Pengawasan
      Pengawasan dan koordinasi dilakukan secara terpadu dengan unsur serikat pekerja dan pengusaha, fungsi lembaga pengawasan ketenagakerjaan dari tingkat pusat hingga daerah tingkat II (Pasal 176 s.d. Pasal 181).

      Bab XV Penyidikan
      Dilakukan oleh Lembaga Kepolisian melalui desk ketenagakerjaan setelah deadlock proses bipartit dan tripartit dan terpenuhi unsur PMH, selain itu juga dikenal penyidik pegawai negeri sipil dari instansi pengawas ketenagakerjaan sehubungan dengan telah ditemukannya pelanggaran terkait tindak pidana di bidang ketenagakerjaan (Pasal 182).

      Bab XVI Terkait Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif
      Diatur terkait sanksi pidana pada:

      • Pasal 183 berupa penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebagai bagian dari tindak pidana kejahatan atas pelanggaran Pasal 74.
      • Pasal 184 terkait pelanggaran Pasal 167 ayat (5) akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
      • Pasal 185 terkait pelanggaran Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, 69 ayat (2), Pasal 80 dan 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 139, Pasal 143 dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
      • Pasal 186 terkait pelanggaran Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana pelanggaran.
      • Pasal 187 terkait pelanggaran Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 44 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3) dan Pasal 144 dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana pelanggaran.
      • Pasal 188 terkait pelanggaran Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 71 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114 dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana pelanggaran.

      Diatur sanksi administratif pada Pasal 190 meliputi hal-hal sebagai berikut:

      Ayat (1) untuk pelanggaran terkait Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 108, Pasal 126 ayat (3) dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang ini dan aturan pelaksanaannya.

      Ayat (2) bentuk sanksi administratif sebagaimana diatur pada ayat (1) berupa: teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara atau sebahagian atau seluruh alat produksi dan pencabutan izin.

      Bab XVII Ketentuan Peralihan
      Mengatur tentang peraturan pelaksanaan lain yang terkait ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini.

      Bab XVIII Ketentuan Penutup
      Mengatur tentang ketidakberlakuan undang-undang dan peraturan pelaksana sebelumnya semenjak UU No 13 Tahun 2003 ini diundangkan di Lembaran Negara.

    2. Undang-Undang No 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

      Mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. UU ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2023 dan melampirkan Perppu tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

      Point-point penting dalam Undang–Undang Cipta Kerja:

      a. Ketenagakerjaan
      Mengubah sejumlah aturan ketenagakerjaan yang ada, meskipun kemudian Mahkamah Konstitusi meminta pemisahan kluster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja. Beberapa poin pentingnya adalah:

      • Waktu kerja (waktu lembur maksimal 4 jam/hari atau 18 jam/minggu dan hari libur mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja).
      • Status pekerja/karyawan (PKWT maksimal 5 tahun termasuk perpanjangan).
      • Upah (upah minimum sektoral wajib ditetapkan oleh gubernur, struktur dan skala upah harus proporsional, dewan pengupahan daerah harus terlibat dalam perumusan kebijakan pengupahan).
      • Pesangon (penghitungan pesangon dan uang penghargaan masa kerja, pekerja yang di-PHK karena alasan tertentu berhak atas pesangon sesuai ketentuan).
      • PHK (PHK hanya dapat dilakukan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, perusahaan wajib melakukan musyawarah sebelum melakukan PHK).

      b. Perizinan Berusaha
      Mengatur sistem perizinan berusaha yang disederhanakan, di mana kegiatan berisiko rendah hanya memerlukan pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai legalitas.

      c. Tenaga Kerja Asing
      Mengatur syarat-syarat untuk mempekerjakan tenaga kerja asing, seperti kewajiban memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat, larangan mempekerjakan TKA untuk jabatan personalia, dan dibatasi pada jabatan tertentu serta waktu tertentu.

      d. UMKM
      Undang-Undang No 6 Tahun 2023 juga menyentuh UMKM dan meregulasi sesimple mungkin para pemilik usaha UMKM terkait hal-hal sebagai berikut:

      Kemudahan Perizinan dan Administrasi
      Usaha mikro dan kecil bisa mendaftar usaha melalui sistem elektronik (OSS) dengan cukup melampirkan KTP dan surat keterangan RT, menghasilkan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai izin tunggal.

      Pendirian PT Perorangan
      UMKM berbentuk Perseroan Terbatas (PT) kini bisa didirikan oleh satu orang pendiri yang juga menjadi pemegang saham, tanpa akta notaris, cukup dengan surat pernyataan pendirian.

      Perpajakan dan Upah

      Pajak Penghasilan (PPh) Final
      Pajak penghasilan final untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun tetap berlaku sebesar 0,5%.

      Insentif pajak
      Pemerintah memberikan insentif pajak, seperti pembebasan sementara PPh untuk UMKM yang terdampak pandemi.

      Upah minimum
      UMKM diizinkan memberikan upah pekerja di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sesuai dengan Peraturan Pemerintah turunan UU Cipta Kerja.

      Sertifikasi halal
      Kewajiban sertifikasi halal untuk UMKM didasarkan atas pernyataan dari pemilik usaha itu sendiri, menyederhanakan prosesnya.

      Kemitraan
      Mendorong kemitraan antara UMKM dan usaha besar untuk penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan.

      Akses promosi
      Wajib mengalokasikan minimal 30% tempat promosi di infrastruktur publik (seperti bandara, pelabuhan, terminal, stasiun kereta) untuk UMKM.

      Perubahan kriteria
      Kriteria UMKM yang didasarkan pada modal usaha dan hasil penjualan disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, dengan detailnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

    Model Penyelesaian Sengketa Perburuhan

    Perselisihan / dispute perburuhan pada dasarnya adalah pertentangan/perselisihan/ketidaksepemahaman yang terjadi antara pengusaha dan pekerja/buruh dikarenakan unsur perbedaan pendapat mengenai hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Model dan mekanisme penyelesaiannya dilakukan melalui beberapa opsi di antaranya melalui tahapan formil berupa perundingan bipartit, tahap tripartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, bahkan upaya akhir melalui gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan atau Kasasi (MA) sebagai upaya terakhir.

    Jika dicermati perselisihan sengketa perburuhan meliputi:

    • Perselisihan Hak: Perselisihan yang disebabkan oleh karena tidak dipenuhinya hak pekerja, seperti perbedaan pemahaman/penafsiran terkait pelaksanaan peraturan perundang-undangan, peraturan internal perusahaan (perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama).
    • Perselisihan Kepentingan: Perselisihan ini berawal karena tidak ada titik temu terkait kesepakatan dalam pembuatan dan pelaksanaan serta terjadinya perubahan prosedur kerja.
    • Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): Merupakan bentuk perselisihan diakibatkan hal krusial terkait tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang diputus secara sepihak oleh pemberi kerja dan menimbulkan kerugian bagi pekerja.
    • Perselisihan Antar Serikat Pekerja: Merupakan bentuk perselisihan yang terjadi di dalam satu perusahaan terkait kepentingan antar serikat pekerja yang tidak mencapai titik temu, yang menyangkut hal-hal seperti keanggotaan, rekrutmen keanggotaan dan terkait pelaksanaan hak dan kewajiban serikat pekerja serta legalitas pembentukan serikat pekerja.

    Penyelesaian melalui Jalur Eksternal / Litigasi (Penyelesaian melalui Pengadilan)

    Pengadilan Hubungan Industrial: Merupakan solusi akhir manakala proses non litigasi tidak mencapai kesepakatan akhir para pihak yang bersengketa. Merupakan bentuk sengketa yang melibatkan pihak perusahaan dan karyawan. Solusi ini harus telah melalui tahap upaya perundingan yang bersifat bipartit hingga tripartit sebagai bentuk musyawarah mufakat yang harus dilakukan terlebih dahulu.

    • Di tingkat pertama untuk perselisihan hak dan perselisihan PHK.
    • Di tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

    (Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)).

    Artinya, dalam perselisihan hak dan perselisihan PHK masih dapat diajukan upaya hukum lebih lanjut yaitu melalui kasasi ke MA. Sedangkan untuk kasus perselisihan kepentingan dan perselisihan serikat pekerja dalam satu perusahaan tidak dapat diajukan kasasi ke MA (Penjelasan Umum UU No 2 Tahun 2004 - PPHI).

    Adapun hukum acara yang berlaku dalam Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata pada lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) (Pasal 57 UU No 2 Tahun 2004-PPHI).

    Untuk mengajukan gugatan perselisihan, diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang ke it daerah hukumnya meliputi tempat pekerja bekerja (Pasal 81 UU PPHI).

    Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengajukan gugatan adalah sebagai berikut (Pasal 83 ayat (1) UU No 2 Tahun 2004 - PPHI):

    • Harus dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi.
    • Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak.
    • Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan atau objek gugatan.
    • Dokumen-dokumen, surat-surat dan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh penggugat.

    Setelah gugatan diajukan, selanjutnya akan dilaksanakan pemeriksaan oleh hakim dan akan diputus perkara perselisihannya (Penjelasan Pasal 83 ayat (2) UU PPHI).

    Penutup

    Regulasi dan tata kelola perburuhan dalam mendukung ekosistem pemilik usaha di Indonesia akhir-akhir ini telah dipandang skeptis oleh para pemilik usaha. Perburuhan adalah isu yang dapat menentukan arah usaha dan minat investor datang. Sebagaimana dogma terkait sistem manajemen yang mumpuni dan memiliki karakteristik kuat adalah yang mampu memadukan unsur SDM dengan faktor budaya perusahaan. Etos kerja menjadi isu sensitif di tengah maraknya investor asing yang telah mengalihkan investasinya ke negara lain. Perburuhan menjadi isu dan sentimen negatif.

    Regulasi yang terkesan tambal sulam dan tidak memiliki sinergi dan harmonisasi dengan iklim berusaha menjadi faktor utama keengganan para investor untuk menggelontorkan dananya kepada para pemilik usaha di Indonesia. Yang berakibat pada mundurnya iklim berinvestasi dan kemunduran dunia wirausaha di Indonesia. Pemerintah selaku pihak yang berkepentingan terhadap tumbuhnya iklim wirausaha perlu mereview beberapa aturan baku terkait regulasi perburuhan yang terkesan berat sebelah kepada kepentingan para pemilik usaha. Hal sebaliknya juga tidak boleh merugikan pekerja/buruh sebagai sumber daya manusia yang harus dipenuhi hak dan kesejahteraannya. Semoga bermanfaat.

    Sumber Referensi

    • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.
    • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
    • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022.
    • Hukum Online.


    Bersatu Kita Kuat, Bersama Kita Hebat

    Tags: #UMKMPondokPetir #UMKMKelurahanPondokPetir #Kampung1000UMKM #UMKMDepok #UMKMKotaDepok #UMKMBojongsari #UMKMBosama #UMKMJawaBarat #UMKMJabar

    Komentar
    Additional JS