Sosial Media
0
News
    Home Kolom

    Khazanah Hukum: Landasan Hukum UMKM dan Cara Menghindari Jeratan Mitra Nakal

    "UMKM adalah garda terdepan ekonomi rakyat, namun juga rentan terhadap praktik curang dan kejahatan ekonomi yang semakin canggih. Memahami regulasi dan"

    4 min read

    Agung Edy Suyono, S.H., M.H. Advokat | Praktisi Hukum | Pemerhati Wirausaha Pendiri Firma Hukum Setiyanto & Partners dan LBH Nusantara Satu. Aktif dalam organisasi kemasyarakatan dan berpengalaman 35 tahun di perusahaan rekanan / mitra Pertamina divisi fuel dan gas station.


    Pendahuluan

    Euforia dan dukungan terhadap ekosistem kewirausahaan di Indonesia semakin menguat, khususnya setelah pemerintah memberikan berbagai kemudahan dan perlindungan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Mulai dari proses perizinan, regulasi, kemudahan permodalan hingga suasana usaha yang lebih kondusif, semuanya memberikan angin segar bagi tumbuh kembangnya sektor UMKM.

    Akibat dari dukungan tersebut, lahirlah banyak potensi kewirausahaan baru. Ada pelaku usaha yang hanya bermodal tekad dan aksi tanpa strategi pasar yang matang. Ada pula yang telah membekali diri dengan pengetahuan dan perencanaan, namun lengah terhadap risiko kerugian akibat mitra usaha yang beritikad tidak baik. Di sinilah pentingnya bekal literasi hukum dan pemahaman regulasi agar UMKM tidak mudah terjebak dalam praktik usaha yang merugikan.

    Produk dan Jasa UMKM di Indonesia serta Regulasi yang Mengaturnya

    UMKM di Indonesia diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Regulasi ini juga memperbarui kriteria UMKM berdasarkan modal usaha atau omzet tahunan.

    Kriteria UMKM Berdasarkan Skala Usaha

    • Usaha Mikro
      • Modal: Maksimal Rp1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
      • Omzet: Maksimal Rp2 miliar per tahun
    • Usaha Kecil
      • Modal: > Rp1 miliar hingga Rp5 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
      • Omzet: > Rp2 miliar hingga Rp15 miliar per tahun
    • Usaha Menengah
      • Modal: > Rp5 miliar hingga Rp10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

    Jenis Bidang Usaha UMKM

    • Kuliner: Warung makan, kafe, katering, toko kue
    • Fashion: Pakaian, aksesoris, alas kaki
    • Agribisnis: Pertanian, peternakan, perikanan, agrowisata
    • Jasa: Laundry, salon, otomotif, event organizer, pariwisata
    • Kreatif: Kerajinan tangan, percetakan, desain grafis
    • Retail: Toko kelontong dan kebutuhan harian

    Langkah Hukum bagi UMKM Korban Mitra Nakal Beritikad Tidak Baik

    Kurangnya literasi hukum dan minimnya sosialisasi mengenai mitigasi risiko membuat pelaku UMKM sering terjerat dalam konflik usaha. Meski pemerintah telah menghadirkan berbagai regulasi perlindungan, praktik curang dari mitra usaha tetap menjadi ancaman. Untuk menghindari kerugian akibat tipu daya atau pelanggaran kerja sama, pelaku UMKM harus memahami jalur penyelesaian hukum, baik Pidana maupun Perdata.

    1. Jalur Pidana: Penipuan dalam Transaksi Usaha

    Pasal 378 KUHP – Penipuan Umum

    Pelaku dapat dijerat dengan ancaman penjara maksimal 4 (empat) tahun jika memenuhi unsur:

    • Niat Jahat (Mens Rea): Sengaja ingin menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
    • Tipu Muslihat atau Kebohongan: Memanfaatkan kebohongan untuk membuat orang menyerahkan barang atau uang.

    Pasal 383 KUHP – Penipuan dalam Jual Beli

    Ancaman penjara maksimal 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan, dengan unsur:

    • Perbuatan Curang terhadap pembeli.
    • Menyerahkan Barang Tidak Sesuai dengan yang dijanjikan.
    • Menggunakan Tipu Muslihat untuk meyakinkan korban.

    2. Jalur Perdata: Wanprestasi atau Ingkar Janji

    Mengacu pada KUH Perdata Pasal 1339 dan 1347, perjanjian tidak hanya mengikat pada hal yang tertulis, tetapi juga pada kebiasaan dan keadilan. Jika terjadi pelanggaran, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui jalur perdata.

    Unsur Wanprestasi:

    • Adanya perjanjian.
    • Ada pihak yang melanggar atau ingkar janji.
    • Sudah dinyatakan lalai namun tidak memperbaiki pelanggaran.

    3. Peraturan Transaksi Elektronik – PP No. 71 Tahun 2019

    Pada era digital, transaksi antara penjual dan pembeli melalui media elektronik juga sah secara hukum.

    Kontrak elektronik dianggap sah jika:

    • Ada kesepakatan para pihak.
    • Pelaku adalah subjek hukum yang cakap atau berwenang.
    • Objek transaksi tertentu dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, ataupun ketertiban umum.

    Pelaku usaha yang melakukan penipuan secara online tetap berkewajiban mengganti kerugian secara hukum.

    Penutup

    Perkembangan UMKM di Indonesia saat ini berada pada titik puncak dengan terbukanya berbagai peluang pasar. Namun, peluang besar juga diikuti risiko besar. Oleh karena itu, pelaku usaha harus membekali diri dengan pengetahuan hukum, bukan sekadar keahlian produksi atau pemasaran.

    UMKM adalah garda terdepan ekonomi rakyat, namun juga rentan terhadap praktik curang dan kejahatan ekonomi yang semakin canggih. Memahami regulasi dan langkah hukum bukan untuk mencari masalah, tetapi untuk bertahan dan melindungi usaha.

    Semoga tulisan ini menjadi oase dan bekal bagi para pelaku UMKM dalam menghadapi dinamika usaha yang penuh tantangan.

    Referensi

    • KUH Perdata Pasal 1339 dan 1347
    • KUHP Pasal 378 dan 383
    • PP No. 71 Tahun 2019 (Transaksi Elektronik)
    • PP No. 7 Tahun 2021 (UMKM)


    Bersatu Kita Kuat, Bersama Kita Hebat

    Tags: #UMKMPondokPetir #UMKMKelurahanPondokPetir #Kampung1000UMKM #UMKMDepok #UMKMKotaDepok #UMKMBojongsari #UMKMBosama #UMKMJawaBarat #UMKMJabar

    Komentar
    Additional JS